Pajak telah lama diandalkan negara ini sebagai salah satu sumber pendapatan untuk pembiayaan belanja negara dan pembangunan. Oleh karena itu dari waktu ke waktu pemerintah berusaha ’menggenjot’ penerimaan pajak dengan cara menambah dan mendisiplinkan wajib pajak untuk membayar pajak. Sebagai institusi penagih dan penerima pajak, yang mempunyai wewenang yang besar tak ayal Institusi pajak yang dijuluki ‘tempat basah’ sangat rentan terhadap godaan dan penyalah gunaan.
Konon “penyelewengan” pajak yang juga melibatkan oknum ‘orang dalam’ sebagai makelar kasus sudah menjadi rahasia umum. Praktek cincai dalam pembayaran dan penyelesaian kasus kasus pajak diyakini masih subur di era reformasi ini. Hal itu terlihat dari terkuaknya kasus suap yang menyeret oknum pegawai Ditjen pajak yang bernama Gayus Tambunan. Kejadian ini telah memberikan tamparan pada institusi pajak dan Departemen Keuangan yang sedang melakukan pembenahan internal atas nama reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi yang sedang digadang digadang sebagai salah satu cara untuk memperbaiki kualitas birokrasi kita dengan cara meningkatkan kesejahteraan pegawai / birokrat melalui pemberian remunerasi ternyata belum efektif pada ‘tempat tempat basah’ dan rentan penyelewengan seperti yang terjadi pada ditjen pajak. Hal itu didasari oleh masih adanya mental pegawai yang bobrok seperti gayus dkk.
kasus kasus kemakelaran tersebut sudah seperti lingkaran setan yang melibatkan oknum oknum dari institusi lainnya termasuk penegak hukum. Imbas yang paling menakutkan akan kasus kasus tersebut adalah reaksi masyarakat yang tidak lagi percaya pada institusi pemerintah baik di bidang hukum maupun di bidang pajak. Ketidak percayaan rakyat pada pemerintah akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya. Bisa dibayangkan jika rakyat Indonesia memboikot membayar pajak karena gerah dengan tingkah polah pegawai pajak yang dengan kewenangan bisa semena-mena terhadap pajak yang dipungutnya. Bisa juga kita bayangkan kalau rakyat sudah tidak lagi percaya akan institusi hukum kita dan bertindak menggunakan hukum ala mereka masing-masing
Kini perlu dilakukan pembenahan secara simultan pada institusi pemerintah. Lingkaran setan yang telah terbentuk harus diputuskan secara bersamaan. Supremasi hukum harus ditegakan dengan cara menuntaskan setiap kasus hukum tanpa pandang bulu. Suatu system harus dibuat untuk mencegah praktek cincai dalam setiap kasus kasus hukum dan memperkuat fungsi control dan pengawasan internal dan eksternal. Aparat hukum harusnya lebih bijak untuk menyikapi nyanyian susno dengan memeriksa kebenarannya terlebih dahulu ketimbang mempersoalkan benar atau tidaknya etika susno. Di sisi lain, Satgas mafia hukum yang sempat ngetop setelah ‘nge-gap’ sel mewah arthalita CS, ditantang untuk bisa membantu membongkar kasus Gayus tersebut dan membongkar kasus yang dilakukan gayus gayus yang lain di institusi pajak. Institusi pajak pun harus melakukan pembenahan internal dan memperkuat fungsi pengawasan. Wacana penggabungan pengadilan pajak dengan pengadilan umum yang sudah lama terpisah serta evaluasi terhadap life style pegawai pajak harus segera dipikirkan untuk dilakukan. Kepolisian dan kejaksaan juga ditantang untuk memutus lingkaran setan dan ‘menyortir’ oknum oknum yang selalu ‘bermain’ dalam setiap kasus kasus hukum. Sudah saatnya pemerintah bertindak bijak dan cepat dalam menyelesaikan setiap kasus-kasus dan tidak membiarkannya mengambang dan menghilang begitu saja bagai pasir yang ditiup angin.